1. Pengertian pembelajaran
Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha (Ahmar, 2012:11).
Pembelajaran adalah suatu perubahan dari peristiwa atau situasi yang dirancang sedemikian rupa dengan tujuan memberikan bantuan atau kemudahan dalam proses belajar mengajar sehingga bisa mencapai tujuan belajar (Vika, 2012:16). Berlangsungnya proses pembelajaran tidak terlepas dari komponen-komponen yang ada didalamnya, menurut Moedjiono dan Dimyati (Vika, 2012:16) komponen-komponen proses belajar mengajar tersebut adalah peserta didik, guru, tujuan pembelajaran, materi/isi, metode, media dan evalusi.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 1994).
Maka dari kedua pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk siswa, agar terjadi suatu perubahan pada diri siswa dimana siswa mendapatkan kemampuan baru yang belum didapatkan sebelumnya dalam proses belajar mengajar sehingga dapat mencapai suatu tujuan belajar serta tidak terlepas dari komponen yang terdapat didalamnya yaitu peserta didik, guru, tujuan pembelajaran, materi/isi, metode, media dan evalusi.
2. Komponen pembelajaran
Menurut Sumiati dan Asra (Ahmar, 2012: 12) mengelompokkan komponen-komponen pembelajaran
dalam tiga kategori utama, yaitu: (a) guru,
(b) isi atau materi pembelajaran, dan (3) siswa. Interaksi antara tiga komponen
utama melibatkan metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan
lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang
memungkinkan terciptanya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
a. Tujuan pembelajaran
Menurut Daryanto (Ahmar, 2009:12) tujuan
pembelajaran adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil
pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Suryosubroto (Ahmar, 2012: 12-13) menegaskan
bahwa tujuan pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus
dikuasai oleh siswa sesudah ia melewati kegiatan pembelajaran yang bersangkutan
dengan berhasil. Tujuan pembelajaran tercantum dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). RPP merupakan komponen penting dalam kurikulum tingkat
satuan pendidikan yang pengembangannya harus dilakukan secara profesional.
b. Materi pembelajaran
Harjanto (Ahmar, 2012:15) menjelaskan beberapa
kriteria pemilihan materi pembelajaran yang akan dikembangka dalam sistem
pembelajaran dan yang mendasari penentuan strategi pembelajaran, yaitu:
1) Kriteria tujuan pembelajaran
2) Materi pembelajaran supaya terjabar
3) Relevan dengan kebutuhan siswa
4) Kesesuaian dengan kondisi masyarakat
5) Materi pembelajaran mengandung segi-segi etik
6) Materi pembelajaran tersusun dalam ruang lingkup
dan urutan yang sistematik dan logis
7) Materi pembelajaran bersumber dari buku sumber
yang baku, pribadi guru yang ahli, dan masyarakat.
c. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara melakukan
atau menyajikan, menguraikan, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa
untuk mencapai tujuan tertentu. Metode pembelajaran yang ditetapkan guru
memungkinkan siswa untuk belajar proses, bukan hanya belajar produk. Belajar
produk pada umumnya hanya menekankan pada segi kognitif. Sedangkan belajar
proses dapat memungkinkan tercapainya tujuan belajar baik segi kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Oleh karena itu, metode pembelajaran pembelajaran
diarahkan untuk mencapai sasaran tersebut, yaitu lebih banyak menekankan
pembelajaran melalui proses. Untuk melaksanakan proses pembelajaran perlu dipikirkan
metode pembelajaran yang tepat. Menurut Sumiati dan Asra (Ahmar, 2012: 18)
ketepatan penggunaan metode pembelajaran tergantung pada kesesuaian metode
pembelajaran materi pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau
fasilitas, situasi dan kondisi dan waktu.
d. Media Pembelajaran
Rudi Susilana dan Cepi Riyana (Amhar, 2012: 19)
mengklasifikasikan penggunaan media berdasarkan tempat penggunaannya, yaitu:
1) Penggunaan media di kelas
2) Penggunaan media di luar kelas
e. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam sistem
pembelajaran. Dalam hubungannya dengan pembelajaran dijelaskan oleh Harjanto
(Ahmar, 2012: 21) evaluasi pembelajaran adalah penilaian atau penaksiran
terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik kearah tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dalam hukum. Evaluasi yang diberikan oleh guru mempunyai banyak
kegunaan bagi siswa, guru, maupun bagi guru itu sendiri. Menurut Sumiati dan Asra (Ahmar, 2012:22) hasil
tes yang diselenggarakan oleh guru mempunyai kegunaan bagi siswa, diantaranya,
1) Mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi
pembelajaran yang disajikan oleh guru
2) Mengetahui bagian mana yang belum dikuasai oleh
siswa, sehingga dia berusaha untuk mempelajarinya lagi sebagai upaya perbaikan
3) Penguatan bagi siswa yang sudah memperoleh skor
tinggi dan menjadi dorongan atau motivasi untuk belajar lebih baik.
f. Peserta didik/siswa
Siswa merupakan salah satu komponen inti dari
pembelajaran, karena inti dari proses pembelajaran adalah kegiatan belajar
siswa dalam mencapai suatu tujuan. Siswa merupakan komponen inti dari
pembelajaran, maka siswa harus memiliki disiplin belajar yang tinggi. Siswa
yang memiliki disiplin belajar yang tinggi akan terbiasa untuk selalu patuh dan
mempertinggi daya kendali diri, sehingga kemampuan yang sudah diperoleh siswa dapat
diulang-ulang dengan hasil yang relatif sama.
g. Pendidik/guru
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (Ahmar, 2012:
24-25) secara keseluruhan guru adalah figur yang menarik perhatian semua orang,
entah dalam keluarga, dalam masyarakat maupun di sekolah. Guru dilihat sebagai
sosok yang kharismatik, karena jasanya yang banyak mendidik umat manusia dari
dulu hingga sekarang. Secara umum tugas guru adalah sebagai fasilitator, yang
bertugas menciptakan situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar pada diri
siswa. Guru merupakan komponen utama yang sangat penting dalam prose
pembelajaran karena tugas guru bukan hanya sebagai fasilitator namun ada dua
tugas yang harus dikerjakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang efektif.
Kedua tugas tersebut sebagai pengelola pembelajaran dan sebagai pengelola kelas.
h. Lingkungan tempat belajar
Lingkungan merupakan segala situasi yang ada
disekitar kita. Suciati, dkk (Ahmar, 2012:25) menjelaskan bahwa lingkungan
belajar adalah situasi yang ada di sekitar siswa pada saat belajar. Situasi ini
dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Lingkungan terdiri dari lingkungan
luar dan lingkungan dalam. Lingkungan luar diartikan sebagai gabungan
faktor-faktor geografi dan sosial ekonomi yang mempengaruhi hubungan sekolah dengan
masyarakatnya. Sedangkan lingkungan dalam adalah bahan pokok bangunan dan
ketersediaan peralatan untuk menunaikan tugas pengajaran dan belajar.
Lingkungan yang ditata dengan baik akan menciptakan kesan positif dalam diri
siswa, sehingga siswa menjadi lebih senang untuk belajar dan lebih nyaman dalam
belajar.
3. Pengelolaan proses
pembelajaran
Mengajar merupakan suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya
dengan anak sehingga terjadi proses belajar mengajar. Menurut Sumiati dan Asra
dalam Ahmar (2012:26 ) peran guru dalam
pembelajaran yang dapat membangkitkan aktivitas siswa setidak-tidaknya
menjalankan tugas utama, berikut ini:
a. Merencanaan pembelajaran, yang terinci dalam
empat sub kemampuan yaitu perumusan tujuan pembelajaran, penetapan materi
pembelajaran, penetapan kegiatan belajar mengajar, penetapan metode dan media
pembelajaran, penetapan alat evaluasi.
b. Pelaksanaan pengajaran yang termasuk di dalamnya
adalah penilaian pencapaian tujuan pembelajaran
c. Mengevaluasi pembelajaran dimana evaluasi ini
merupakan salah satu komponen pengukur derajat keberhasilan pencapaian tujuan,
dan keefektifan proses pembelajaran yang dilaksanakan.
d. Memberikan umpan balik menurut Stone dan Nielson
umpan balik mempunyai fungsi untuk membantu siswa memelihara minat dan antusias
siswa dalam melaksanakan tugas belajar.
B. Model Desain Instruksional
1. Pengertian Desain Pembelajaran
Menurut Gagne (Sanjaya, 2013:66) menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, dimana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan jangka panjang. Menurut Herbert Simon (Sanjaya, 2013:65) mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Jadi dengan demikian, suatu desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab kebutuhan tersebut. Maka dari kedua pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa desain pembelajaran adalah analisis kebutuhan siswa dalam proses belajarnya yang memiliki tahapan-tahapan tertentu dan bertujuan untuk membantu dalam menjawab kebutuhan tersebut.
Desain pembelajaran sebagai proses rangkaian
kegiatan yang bersifat linear tersebut digambarkan oleh Sambangh (2006):
a. Menentukan kebutuhan
b. Pengembangan desain untuk menjawab kebutuhan
c. Uji coba
d. Evaluasi hasil (kembali lagi ke menentukan
kebutuhan)
Menurut Gagne, belajar seseorang dapat
dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal.
a. Faktor internal adalah faktor yang berkaitan
dengan kondisi yang dibawa atau datang dari dalam individu siswa, seperti
kemampuan dasar, gaya belajar seseorang, minat dan bakat serta kesiapan setiap
individu yang belajar.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari
luar individu, yakni berkaitan dengan penyediaan kondisi atau lingkungan yang
didesain agar siswa belajar. Desain pembelajaran berkaitan dengan faktor
eksternal ini, yakni pengaturan lingkungan dan kondisi yg memungkinkan siswa
dapat belajar.
2. Kriteria Desain Intruksional
Desain instruksional yang baik harus memiliki beberapa kriteria di antaranya (Sanjaya, 2013:68):
a. Berorientasi pada siswa
Ketika kita mendesain pembelajaran, maka pertanyaan pertama yg harus kita ajukan adalah bagaimana desain yg kita kembangkan itu mampu membantu siswa dalam mempelajari bahan pembelajara dan memudahkan siswa belajar. Beberapa hal yg perlu dipahami tentang siswa diantaranya beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa di antaranya:
1) Kemampuan dasar
Pemahaman kemampuan dasar yg dimiliki siswa perlu dipahami untuk menentukan dari mana sebaiknya kita mulai mendesain pembelajaran. Dalam menentukan tujuan pembelajaran yg harus dicapai selamanya disesuaikan dengan kemampuan yg telah atau harus dimiliki terlebih dahulu oleh setiap siswa. Sehingga desain pembelajaran dirancang sesuai dengan potensi dan kompetensi yang telah dimiliki oleh siswa. Dengan kata lain desain tidak dirancang semata-mata oleh kemauan guru saja.
2) Gaya belajar
Gaya belajar ada 3 tipe, yakni tipe auditif, tipe visual, dan tipe kinestetis. Siswa yg bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih banyak melalui pendengaran. Dengan demikian maka desain pembelajaran dirancang agar siswa banyak mendengar melalui berbagai media yang dapat di dengar seperti radio, recorder, video dll.
b. Berpijak pada pendekatan sistem
Melalui pendekatan sistem bukan saja dapat diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar dari ketidakpastian. Hal ini disebabkan karena melalui pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yg mungkin dapat menghambat terhadap pencapaian tujuan. Atas dasar itulah maka pendekatan sistem dalam desain instruksional merupakan pendekatan ideal yg dapat dilakukan oleh para desainer pembelajaran.
c. Teruji secara empiris
Sebelum digunakan, sebuah desain instruksional harus teruji dahulu efektivitas dan efisiensinya secara empiris. Melalui pengujian secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan berbagai kendala yg mungkin muncul sehingga jauh sebelumnya dapat diantisipasi. Selain itu melalui pengkajian secara ilmiah dapat meyakinkan para pengembang pembelajaran untuk menggunakannya.
3. Hubungan Perencanaan dan Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran (Lesson Plans) berbeda dengan Desain Pembelajaran (Instructional Design), namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat sebagai program pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun untuk kebutuhan guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Dengan demikian, menurut Shambaugh dan Magliato (Sanjaya, 2013:69) perencanaan merupakan kegiatan menerjemahkan kurikulum sekolah kedalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Perencanaan program pembelajaran dapat berupa perencanaan untuk kegiatan sehari-hari, kegiatan mingguan, bahkan rancangan untuk kegiatan tahunan sesuai dengan tujuan kurikulum yang hendak dicapai. Dengan demikian, isinya bisa terdiri dari tujuan khusus yang spesifik, prosedur kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran, waktu yang diperlukan sampai pada bentuk evaluasi yang akan digunakan.
4. Model-model Desain Instruksional
a. Model Kemp
Model ini memandang bahwa desain pembelajaran sebagai proses sistematis yang bersifat linear. Model desain sistem instruksional yg dikembangkan oleh Kemp merupakan model yg membentuk siklus. Menurut Kemp, pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen2 yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul. Mengembangkan sistem instruksional, menurut Kemp dari mana saja bisa, asalkan urutan komponen tidak diubah dan setiap komponen itu memerlukan revisi untuk mencapai hasil yg maksimal. Komponen-komponen dalam suatu desain instruksional menurut Kemp adalah:
1) Hasil yang ingin dicapai
2) Analisis tes mata pelajaran
3) Tujuan khusus belajar
4) Aktivitas belajar
5) Sumber belajar
6) Layanan pendukung
7) Evaluasi belajar
8) Tes awal
9) Karakteristik belajar
Kesembilan komponen itu merupakan suatu siklus yang terus-menerus direvisi setelah dievaluasi baik evaluasi sumatife maupun formatife dan diarahkan untuk menentukan kebutuhan siswa, tujuan yang ingin dicapai, prioritas, dan berbagai kendala yang muncul.
b. Model Banathy
Model ini memandang bahwa penyusunan sistem instruksional dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni:
1) Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan pengembangan sistem maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai oleh siswa atau peserta didik.
2) Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai perumusan tujuan. Melalui rumusan tes dapat menyakinkan kita bahwa setiap tujuan ada alat untuk menilai keberhasilannya.
3) Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni kegiatan menginventarisasi seluruh kegiatan belajar mengajar, menilai kemampuan penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan kegiatan yang mungkin dapat diterapkan.
4) Merancang sistem, yaitu kegiatan menganalisis sistem menganalisis setiap komponen sistem, mendistribusikan dan mengatur penjadwalan.
5) Mengimplementasikan dan melakukan kontrol kualitas sistem, yakni melatih sekaligus menilai efektivitas sistem, melakukan penempatan dan melaksanakan evaluasi.
6) Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.
c. Model Dick and Carey
Salah satu model pembelajaran yang menggunakan pendekatan sistem adalah model pembelajaran yang dikemukakan oleh Walter Dick dan Lou Carrey tahun 1985, yang dikenal dengan model Dick and Carrey (Aji, 2016:120). Dick and Carey memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Komponen model Dick and Carey meliputi pembelajar, pengajar, materi, dan lingkungan. Demikian pula, di lingkungan pendidikan non formal model ini meliputi warga belajar (pembelajar), tutor (pengajar), materi, dan lingkungan pembelajaran. Semua berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berbagai model dapat dikembangkan dalam mengorganisasi pengajaran. Satu di antaranya adalah model pembelajaran Dick and Carrey (1985). Adapun langkah-langkah pembelajarannya mencakup: (1) mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran, (2) melaksanakan analisis pengajaran, (3) mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa, (4) merumuskan tujuan performansi, (5) mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, (6) mengembangkan strategi pengajaran, (7) mengembangkan dan memilih material pengajaran, (8) mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif, (9) merevisi bahan pembelajaran, (10) mendesain dan melakukan evaluasi sumatif.
Penggunaan model Dick and Carrey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar: (a) pada awal proses pembelajaran, anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal-hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (b) adanya pertautan antara tiap komponen, khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (c) menerapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.
Seperti desain model Banathy, dalam mendesain pembelajaran model Dick and Carey harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Manakala telah dirumuskan tes dalam bentuk Criterion Reference Test, artinya tes yang mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya dikembangkan strategi pembelajaran, yakni skenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah terakhir dari desain ini adalah melakukan evaluasi, yakni evaluasi formatife dan evaluasi sumative.
Evaluasi formatife berfungsi untuk menilai efektivitas program dan evaluasi sumatife berfungsi untuk menentukan kedudukan setiap siswa dalam penguasaan materi pelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi inilah selanjutnya dilakukan umpan balik dalam merevisi program pembelajaran.
d. Model PSSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Menurut Sanjaya (2013:75-77) Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengafektifkan perencanaan dan pelaksanaan progam pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
PPSI terdiri dari 5 tahap, yakni:
a. Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Ada 4 syarat dalam perumusan tujuan ini yakni harus operasional, artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dan dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.
b. Mengembangkan alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk masing-masing tujuan. Alat evaluasi disimpan pada tahap 2 setelah rumusan tujuan untuk meyakinkan ketepatan tujuan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
c. Mengembangkan kegiatan belajar mengajar, yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar dan menyeleksi kegiatan belajar perlu ditempuh.
d. Mengembangkan program kegiatan pembelajaran, yakni merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan memilih alat dan sumber pelajaran.
e. Pelaksanaan program, yaitu kegiatan mengadakan prates, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan psikotes dan melakukan perbaikan.
e. Model Assure
f. Model Addie
g. Model Borg dan Gall (1989)
C. Analisis Kebutuhan
1. Pengertian analisis kebutuhan
Menurut Kaufan dalam Sihombing dan Marni (2012) analisis kebutuhan dapat dirumuskan sebagai suatu usaha untuk mengidentifikasi alat dan metode yang diperlukan dalam rangka menghilangkan kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Waziroh (2012) need assessment itu adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang kesenjangan yang seharusnya dimiliki setiap siswa dengan apa yang telah dimiliki. Analisis kebutuhan merupakan aktivitas ilmiah untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran guna memilih dan menetukan media yang tepat dan relevan mencapai tujuan pembelajaran dan mengarah pada peningkatan mutu pendidikan. Menurut Anderson analisis kebutuhan (need assessment) diartikan sebagai suatu proses kebutuhan sekaligus menentukan prioritas. Need Assessment (analisis kebutuhan) adalah suatu cara atau metode untuk mengetahui perbedaan antara kondisi yang diinginkan/seharusnya atau diharapkan dengan kondisi yang ada.
2. Langkah-Langkah Analisis Kebutuhan
Menurut Wazirok dkk (2012) Sebagai suatu proses, need assessment terdiri atas rangkaian kegiatan yang diawali oleh kegiatan mengumpulkan informasi dan berakhir pada perumusan masalah.
a. Tahapan Pengumpulan Informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami terlebih dahulu informasi tentang siswa dapat mengerjakan apa, siapa memahami apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang akan dihadapi, dan bagaimana pengaruh keadaan tertentu terhadap karakteristik siswa. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfaat dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai beserta skala prioritas dalam pemecahan suatu masalah.
b. Tahapan Identifikasi Kesenjangan
Dalam identifikasi kesenjangan Kaufman dan English (Wazirok, 2012), menjelaskan identifikasi kesenjangan melalui Organizational Elements Model (OEM). Dalam model OEM, terdapat lima elemen yang saling berkaitan. Dua elemen pertama, yaitu input dan proses adalah bagaimana menggunakan setiap potensi dan sumber yang ada; sedangkan elemen terakhir meliputi produk, output dan outcome merupakan hasil akhir dari suatu proses. Kategori kebutuhan seperti yang dikemukakan dalam OEM digambarkan oleh Kaufman (Wazirok, 2012)
Komponen input, meliputi kondisi yang tersedia pada saat ini misalnya tentang keuangan , waktu, bangunan, guru, pelajar, kebutuhan, problem, tujuan, materi kurikulum yang ada. Komponen proses, meliputi pelaksanaan pendidikan yang berjalan yang terdiri atas pola pembentukan staf, pendidikan yang berlangsung sesuai dengan kompetensi, perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan kurikulum yang berlaku. Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dimiliki, serta kelulusan tes kompetensi. Komponen Output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome meliputi kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan. Outcome merupakan hasil akhir yang diperoleh. Melalui analisis hasil, desainer dapat menentukan sejauh mana hasil yang diperoleh dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan. Inilah proses yang pada hakikatnya menentukan kesenjangan antara harapan dan apa yang terjadi. Berdasarkan analisis itulah, desainer dapat mendeskripsikan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen yakni input, proses, produk, dan output.
c. Analisis Performance
Tahap ketiga dalam proses need assessment, adalah tahap menganalisis performance. Menganalisis performance dilakukan setelah desainer memahami berbagai informasi dan mengidentifikasi kesenjangan yang ada. Ketika kita menemukan adanyakesenjangan, selanjutnya kita identifikasi kesenjangan mana yang dapat dipecahkan melalui perencanaan pembelajaran dan mana yang memerlukan pemecahan dengan caralain, seperti melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur organisasi yanglebih baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan alat – alat. Untukmennetukan semua itu kita perlu memahami faktor – faktor penyebab terjadinya kesenjangan dan pemahaman tersebut dapat dilakukan pada saat need assessment berlangsung.
d. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-Sumbernya
Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Dalam pelaksanaan suatu program berbagai kendala bias muncul sehingga dapat berpengaruh terhadap kelancaran suatu program. Berbagai kendala dapat meliputi, waktu fasilitas, bahan, pengelompokan dan komposisinya, pilosofi, personal, dan organisasi. Sumber-sumber kendala bisa berasal dari pertama, orang yang terlibat dalam suatu program pembelajaran, misalnya guru-kepala sekolah,dan siswa itu sendiri. Termasuk juga dalam unsure orang ini adalah unsure filsafat atau pandangan yang terhadap pekerjaannya, motivasi kerja, dan kemampuan yang dimilikinya. Kedua, fasilitas yang ada, di dalamnya meliputi ketersediaan dan kelengkapan fasilitas serta kondisi fasilitas. Ketiga, berkaitan dengan jumlah pendanaan beserta pengaturannya.
e. Identifikasi karakteristik siswa
Tahap kelima dalam need assessment adalah mengidentifikasi siswa. Tujuan utama dalam desain pembelajaran adalah memecahkan berbagai problema yang dihadapi siswa, oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan siswa adalah bagian dari need assessment. Identifikasi yang berkaitan dengan siswa di antaranya adalah tentang usia, jenis kelamin, level pendidikan, tingkat social ekonomi, latar belakang, gaya belajar, pengalaman dan sikap. Karakteristik siswa seperti di atas, akan bermanfaat ketika kita menentukan tujuan yang harus dicapai, pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran yang di anggap cocok, serta untuk menentukan teknik evaluasi yang relevan.
f. Identifikasi Tujuan
Kaufman (Wazirok, 2012) mendefinisikan need assessment sebagai suatu proses mengidentifikasi, mendokumentasi dan menjustifikasi kesenjangan antara apa yang terjadi dan apa yanakan dihasilkan melalui penentuan skala prioritas dari setiap kebutuhan. Definisi yang dikemukakan oleh Kaufman berhubungan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu, mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam proses need assessment.
g. Menentukan Permasalahan
Tahap akhir dalam proses analisis masalah adalah menuliskan pernyataan masalah sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain intruksional. Penulisan masalah padadasarnya merupakan rangkuman atau sari pati dari permasalahan yang ditentukan. Pernyataan masalah harus ditulis secara singkat dan padat yang biasanya tidak lebih dari satu-dua paragraf.
3. Fungsi analisis kebutuhan
Morrison menjelaskan beberapa fungsi analisis kebutuhan (need assessment) sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil belajar
b. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial, keamanan atau masalah lain yang mengganggu pekerjaan atau lingkungan pendidikan
c. Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan
d. Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran
Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk merencanakan dan mengadakan analisa kebutuhan,
1) Kebutuhan normatif
Membandingkan peserta didik dengan stadar nasional. misal, UAN, SNMPTN dan sebagainya
2) Kebutuhan komperatif
Membandingan peserta didik pada satu kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal hasil Ebtanas SLTP A dengan SLTP B.
3) Kebutuhan yang dirasakan, yaitu hasrat atau keinginan yang dimiliki masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini menunjukkan kesenjangan antara tingkat keterampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Cara terbaik untuk mengidentifikasi kebutuhan ini dengan cara interview.
4) Kebutuhan yang diekspresikan, yaitu kebutuhan yang dirasakan seseorang mampu dieskpresikan dalam tindakan. Misal siswa yang mendaftar sebuah kursus.
5) Kebutuhan masa depan, yaitu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang akan terjadi dimasa mendatang. Misal penerapan teknik pembelajaran yang baru dan sebagainya.
6) Kebutuhan insidentil yang mendesak yaitu faktor negatif muncul d luar dugaan yang sangat berpengaruh. Misal bencana nuklir, kesalahan medis, bencana alam dan sebagainya.
4. Sumber Analisis Kebutuhan
Secara umum ada dua jenis analisis kebutuhan, yakni analisis kebutuhan akademis dan nonakademis.
a. Analisis Kebutuhan Akademis
Analisis kebutuhan akademis adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku yakni KTSP. Kompetensi yang harus dicapai oleh KTSP tercermin dari Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagai standar kemampuan minimal yang harus dicapai.
b. Analisis Kebutuhan Non-akademis
Tujuan menganalisis kebutuhan nonakademis adalah untuk menjaring berbagai kepentingan dan tuntutan masyarakat yang perlu dikembangkan oleh sekolah untuk dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat dan potensi yang dimilikinya, agar mereka dapat hidup di masyarakat.
D. Analisis Karakteristik Siswa
1. Pengertian Karakteristik Siswa
Karakteristik siswa dapat didefinisikan sebagai ciri dari kualitas perseorangan siswa yang pada umumnya meliputi antara lain kemampuan akademik, usia dan tingkat kedewasaan, motivasi terhadap mata pelajaran, pengalaman, keterampilan, psikomotorik, kemampuan bekerja sama, keterampilan sosial (Suparman dalam Anwar dan Harmi 2012:58). Kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik siswa dalam mengembangkan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan menyusun sistem. Menurut Budiningsih (2011) Identifikasi karakteristik siswa perlu dilakukan berdasarkan landasan yuridis dan teoretik. Pertama Peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan bahwa pengembangan pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan; tuntutan, bakat, minat, kebutuhan, dan kepentingan siswa. Kedua secara teoretik siswa berbeda dalam banyak hal yang meliputi perbedaan fitrah individual disamping perbedaan latar belakang keluarga, sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis karakter siswa merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dan bagaimana cara guru untuk menghadapi masing-masing siswa yang memiliki karakteristik yang berbeda sehingga pembelajaran diarahkan agar sesuai dengan siswa.
2. Karakteristik Siswa
Ada dua karakteristik awal siswa perlu dipahami oleh guru yakni:
a. Latar belakang akademik, mencakup,
1) Jumlah siswa
Guru perlu mengetahui berapa jumlah siswa yang akan dajar mengetahui apakah mengajar pada kelas kecil atau kelas besar. Pemahaman guru terhadap jumlah siswa akan mempengaruhi persiapan guru dalam menentukan materi, metode, media, waktu yang dibutuhkan dan evaluasi pembelajaran yang akan dilakukan. Untuk mengetahui jumlah siswa, maka guru dapat berkoordinasi dengan bagian akademik.
2) Latar belakang siswa
Pemahaman guru terhadap latar belakang siswa seperti latar belakang keluarga, tingkat ekonomi, hobi dan lain sebagainya, juga berpengaruh terhadap proses perumusan perencanaan sistem pembelajaran. Untuk memperoleh data tentang latar belakang siswa dapat diperoleh melalui pengisian biodata oleh siswa.
3) Indeks prestasi
Indeks prestasi juga menjadi penting untuk diketahui guru, agar materi yang akan disajikan:
- Dapat disesuaikan dengan tingkat prestasi yang mereka miliki.
- bahkan siswa yang memiliki tingkat prestasi yag homogen dapat ditempatkan pada kelas yang sama
- guru juga bisa mempertimbangkan tingkat keluasan dan kedalaman materi yang disampaikan dengan prestasi yang dimiliki siswa.
untuk mengetahui indeks prestasi siswa dapat diperoleh melalui nilai rapor sebelumnya atau seleksi kemampuan awal siswa yang diselenggarakan lembaga.
4) Tingkat intelegensi
Memahami tingkat inteligensi siswa juga dapat mengukur dan memprediksi:
- tingkat kemampuan mereka dalam menerima materi pembelajaran
- mengukur tingkat kedalaman dan keluasan materi
- bahkan dengan memahami tingkat intelegensi siswa, guru dapat menyusun materi, metode, media, serta tingkat kesulitan evaluasi terhadap siswa.
Tingkat intelegensi siswa dapat diperoleh melalui tes intelegensi atau tes potensi akademik (TPA).
5) Keterampilan membaca
6.) Nilai ujian
7.) kebiasaan belajar/gaya belajar
8.) Minat belajar
9.) Harapan/keinginan siswa
10.) Lapangan kerja/cita-cita yang diinginkan.
b. Faktor sosial yang meliputih hal-hal berikut ini:
1) Usia
Memahami usia siswa akan berpengaruh terhadap pemilihan pendekatan-pedekatan yang akan dilakukan. Pendekatan belajar yang digunakan terhadap usia kanak-kanak tentu saja berbeda dengan pendekatan belajar yang digunakankan terhadap anak remaja atau usia dewasa.
2) Kematangan
Kematangnan secara psikologi dapat menjadi pertimbangan guru dalam memilihi pendekatan belajar yang sesuai dengan tingkatusia/kesiapan siswa. Kematangan intelektual terhadi pada anak usia 6/7 tahun anak sudah mulai berpikir secara logis, baik dan buruk. Dan pada tahun berikutnya perkembangan dan fungsi intelektual anak akan menuju kematangan seiring dengan proses pembelajaran yang ia peroleh.
3) Rentangan perhatian (attention span)
Rentang perhatian siswa adalah jumlah normal siswa dapat berkonsentrasi dalam mendengarkan uraian pembelajaran. Rentang perhatian siswa akan menetukan kualitasi informasi yang akan diperoleh siswa.
4) Bakat-bakat istimewa
Guru perlu memahami perbedaan bakat siswa agar dapat dikembangkan secara optimal.
5) Hubungan dengan sesama siswa
Berdasarkan penelitian ilmiah yang dilakukan hari iini, bahwa interaksi antara guru dan siswa, siswa dengan yang lainnya tidak lagi menjadi hubungan secara sepihak tetapi lebih jauh merupakan hububgab emosional dan simpatik lewat prosws belajar mengajar.
6) Keadaan sosial ekonomi
Secara kasat mata, dapat diperhatikan bahwa sebagian besar siswa mengalami kendala dalam memahami kebutuhan sumber belajar sebagai akibat dari rendahnya ekonomi keluarga. Berkenaan dengan itu, dibutuhkan kreativitas guru dalam membuat/menentukan sumber belajar dan media yang terjangkau dan tersedia dilingkungan belajar siswa.
3. Langkah-Langkah Analisis Kemampuan Awal Siswa
Ada tiga langkah yang perlu dilakukan dalam menganalisis kemampuan awal siswa.
a. Melakukan pengamatan (observasi) kepada siswa secara peorangan.
b. Tabulasi karakteristik perseorangan siswa.
c. Pembuatan daftar strategi karakteristik siswa.
Selain itu, terdapat tiga hal yang diperhatikan untuk menganalisis karakteristik siswa:
1. karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal atau "Prerequisite skills" seperti kemampuan intelektual, kemampuan gerak atau "psychomotor skills", misalnya keterampilan menggerakkan tangan, kaki dan badan.
2. Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial dan kebudayaan (sociocultural)
3. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti: sikap, perasaan, minat dan sebagainya.
4. Teknik Analisis Karakteristik Awal Siswa
1. Dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang tersedia.
2. Dengan menggunakan tes prasyarat dan tes awal.
3. Mengadakan konsultasi individual.
4. Dengan menyampaikan angket atau questionnaire.
5. Manfaat Memahami Karakteristik Siswa
Memahami berbagai macam karakteristik awal siswa di atas memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal para siswa, yang berfungsi sebagai prerequisite (prasyarat) bagi bahan baru yang akan disampaikan.
b. Memperoleh gambaran tentang luas dan jenis pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa.
c. Mengetahui latar belakang sosial kultural para siswa,
d. Mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa
e. Untuk menentukan kelas-kelas tingkah laku awal,
f. Mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa
g. Mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh oleh siswa sebelumnya
h. Mengetahui tingkat penguasaan bahasa siswa, baik lisan maupun tertulis
i. Mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai pribadi pada siswa.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar